Riba dalam Islam: Pengertian, Ragam dan Contohnya

Riba dalam Islam: Pengertian, Ragam dan Contohnya

Pengertian, Ragam, Contoh, serta Kedudukan Riba dalam Ajaran Islam-Sumber: FIN/PINTEREST-

FIN.CO.ID - Perbedaan antara riba dan transaksi jual beli yang dikenal sebagai ribhun atau laba terletak pada kelebihan yang diperoleh dari pokok utang. Kelebihan ini berasal dari selisih dalam transaksi jual beli.

Secara sederhana, riba dapat dijelaskan sebagai tambahan yang diminta dan diterima oleh pemberi pinjaman sebagai imbalan atas peminjaman uang.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah lain yang digunakan untuk riba adalah bunga uang, lintah darat, atau rente.

Dalam konteks bisnis saat ini, riba seringkali dikonotasikan dengan bunga. Bunga ini mengacu pada tingkat persentase tertentu yang dikenakan kepada peminjam dalam transaksi.

Agama Islam dengan tegas melarang umatnya untuk terlibat dalam transaksi jual-beli dan peminjaman dengan adanya unsur riba. Larangan ini juga dijelaskan dalam beberapa ayat Al-Quran dan hadits.

BACA JUGA:

Hukum Riba Adalah Haram

Menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Bunga, hukum riba adalah tidak diperbolehkan (haram). Riba dijelaskan sebagai tambahan tanpa imbalan yang muncul karena penundaan pembayaran yang telah disepakati sebelumnya. Jenis riba ini dikenal sebagai riba nasi'ah.

Sementara itu, bunga merujuk pada tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang, dihitung berdasarkan pokok pinjaman tanpa memperhitungkan pemanfaatan atau hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu dan persentase yang telah ditentukan di awal.

Menurut MUI, konsep bunga dalam hukum keuangan dinyatakan sebagai riba, khususnya riba nasi'ah. Praktik pemberian bunga ini dianggap haram, baik dilakukan oleh lembaga keuangan seperti bank, pasar modal, pegadaian, koperasi, maupun lembaga keuangan lainnya.

BACA JUGA:

MUI mengambil beberapa dalil untuk menjelaskan pengharaman bunga sebagai riba, antara lain Alquran Surat Al Imran ayat 130, serta beberapa hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dan Ibnu Majah.

Selain itu, MUI juga merujuk pada pendapat beberapa ulama, seperti Imam Nawawi (al-Majmu), Ibnu al-Araby (Ahkam Alquran), al-Aini (Umdah al-Qari), dan Muhammad Abu Zahrah (Buhuts fi al-Riba), sebagai dasar untuk mengharamkan bunga. 

Mega Oktaviana

Tentang Penulis

DAPATKAN UPDATE BERITA TEKNO LAINNYA DI

google news icon

Sumber:

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan Redaksi FIN
Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.