Trend . 24/05/2025, 12:34 WIB
Penulis : Makruf | Editor : Makruf
Gejala-gejala ini kerap disalahartikan sebagai sikap malas atau kurang perhatian. Padahal, anak dengan disleksia justru membutuhkan dukungan khusus agar dapat belajar dengan cara yang sesuai dengan gaya berpikirnya.
Jika tidak ditangani, disleksia bisa berdampak pada:
Rasa rendah diri, anak merasa tidak mampu dan kehilangan percaya diri
Masalah perilaku, bisa menjadi hiperaktif atau justru menarik diri dari lingkungan
Kesulitan akademis, tidak bisa mengikuti pelajaran sebagaimana anak seusianya
Gangguan dalam kehidupan sehari-hari, seperti kesulitan memahami petunjuk atau membaca label
Disleksia tidak selalu hilang seiring bertambahnya usia. Banyak orang dewasa yang sebenarnya masih mengalami disleksia tanpa disadari. Gejalanya bisa berbeda dengan anak-anak, seperti:
Kesulitan membaca cepat atau memahami dokumen kompleks
Sering salah menulis atau membuat kesalahan ketik berulang
Kesulitan mengorganisasi informasi tertulis
Masalah dalam menyusun kalimat lisan atau tertulis dengan jelas
Beberapa orang dewasa yang tidak terdiagnosis sejak kecil bisa merasa frustrasi karena selalu tertinggal dalam aspek akademis atau pekerjaan, tanpa memahami penyebab sebenarnya. Ini menunjukkan pentingnya diagnosis yang tepat dan dukungan yang berkelanjutan sepanjang hidup.
Perawatan disleksia tidak bisa dilakukan dengan cara instan, namun memerlukan pendekatan yang berkesinambungan dan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu. Beberapa langkah perawatan yang dapat dilakukan antara lain:
Deteksi sebaiknya dilakukan sebelum anak berusia 5 tahun. Diagnosis pada masa kritis perkembangan bahasa, usia 2 hingga 5 tahun, memungkinkan dilakukan intervensi saat otak anak masih berkembang secara pesat.
Anak dengan disleksia membutuhkan metode belajar yang disesuaikan, seperti pendekatan fonetik, terapi membaca, atau program pembelajaran multisensori. Guru dan sekolah memiliki peran penting dalam menyediakan lingkungan belajar yang mendukung.
PT.Portal Indonesia Media