BHR berfungsi untuk menyeragamkan pemahaman dan penentuan tanggal 1 pada bulan Hijriah. BHR juga bertugas melakukan pengkajian, penelitian, dan pengembangan yang berkaitan dengan hisab rukyat, serta pelaksanaan ibadah terkait arah kiblat, waktu sholat, awal bulan, waktu gerhana bulan, dan matahari.
Di bawah BHR, kriteria penentuan awal bulan Qamariyah terus mengalami perkembangan dan penyempurnaan. Pada awal kemerdekaan, awal bulan dilandaskan oleh pedoman wujudu hilal.
BACA JUGA:
- Sidang Isbat 10 Maret, Kemenag Pantau Hilal Tentukan Awal Ramadan di 134 Titik
- Hasil Sidang Isbat Penentuan Awal Ramadan, Hilal Tidak Terlihat di Maluku
Kemudian, di masa Orde Baru, penetapan 1 Syawal menggunakan imkanur rukyat yang memiliki 3 kriteria. Yakni tinggi hilal di atas 2 derajat, jarak hilal matahari minimal 3 derajat, dan umur bulan sejak ijtimak adalah 8 jam.
Kriteria ini mulai diterima di tingkat regional dalam forum Menteri-Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) pada tahun 1974. Saat masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, BHR hampir dibubarkan karena dianggap tidak bisa memberikan pengaruh pada penyeragaman awal bulan Qamariyah dan pelaksanaan hari raya.
Lalu, di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2004-2014, BHR kembali difungsikan dengan menambah anggota kepakaran dari bidang astronomi. Hal ini bertujuan agar keputusan yang dihasilkan tidak hanya diterima secara agama, tetapi juga dalam ruang lingkup ilmiah.
Sejak saat itu, sidang isbat disiarkan langsung melalui televisi sehingga masyarakat dapat mengetahui rangkaian acara penetapan awal Ramadhan dan Syawal.
Kalian bisa menyaksikan sidang Isbat bulan Ramadhan 2024 di kanal Youtube Bimas Tv (klik di sini)