"Tidak ada penularan (dengan sendirinya), tidak ada kepercayaan terhadap pertanda buruk, tidak ada keyakinan terhadap burung hantu, dan tidak ada keyakinan terhadap bulan Shafar yang membawa sial." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa Islam menolak segala bentuk kepercayaan mistik yang menghubungkan nasib dengan waktu atau peristiwa tertentu.
Weton Sebagai Kearifan Lokal, Bukan Keyakinan Mistis
Namun, ada satu hal penting yang perlu dipahami. Jika weton dimaknai hanya sebagai bagian dari kearifan lokal atau tradisi budaya, tanpa meyakini bahwa itu menentukan nasib atau takdir, maka tidak ada masalah dalam Islam.
Rasulullah SAW tidak menghapus seluruh tradisi yang ada di masyarakat Arab. Beliau hanya meluruskan yang bertentangan dengan tauhid.
Dalam hadis lainnya, Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya segala amal tergantung pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan." (HR. Bukhari dan Muslim)
Jadi, kalau seseorang menghormati weton sebagai tradisi, bukan sebagai petunjuk takdir, itu tidak masalah dalam Islam. Islam hanya mengajarkan bahwa nasib seseorang bukan ditentukan oleh tanggal lahir atau hari baik, melainkan oleh usaha dan doa.
Baca Juga
Menghadapi Weton dengan Bijak dalam Islam
Islam mengajarkan bahwa nasib ditentukan oleh usaha dan doa, bukan oleh perhitungan weton atau kepercayaan terhadap hari baik. Allah berfirman:
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri." (QS. Ar-Ra'd: 11)
Jika pada hari ini, 7 Februari 2025, yang jatuh pada Jumat Pon, Anda ingin memanfaatkan momen ini untuk refleksi diri, meningkatkan ibadah, dan mempererat silaturahmi, maka itu adalah cara yang tepat.
Weton bisa menjadi bagian dari kearifan budaya yang memperkaya kehidupan sosial, asalkan tidak dijadikan patokan takdir.
Islam memang tidak menolak budaya. Namun, Islam mengajarkan kita untuk tetap meletakkan kepercayaan kepada Allah di atas
Weton bisa menjadi bagian dari warisan budaya yang positif, selama kita tidak membiarkan tradisi ini mengambil alih keyakinan kita terhadap takdir yang hanya milik Allah. (*)