fin.co.id – Pameran internasional IFFINA+ 2025 kembali menghadirkan sesi Design Talks sebagai ajang diskusi strategis bagi pelaku industri furnitur dan desain. Tahun ini, sorotan utama tertuju pada American Hardwood Export Council (AHEC), organisasi global yang telah lebih dari dua dekade mempromosikan kayu Amerika di pasar internasional.
Momen tersebut semakin istimewa karena AHEC berkolaborasi dengan desainer Indonesia, Hendro Hadinata, yang juga pendiri StudioHendro Hadinata. Mereka memperkenalkan proyek eksperimental bertajuk Karana, sebuah karya yang menandai langkah baru dalam penerapan prinsip desain berkelanjutan di Indonesia.
Eksperimen Pertama dengan American Hardwood
Hendro Hadinata dikenal dengan pendekatan desain yang kuat pada narasi budaya. Dalam proyek Karana, ia untuk pertama kalinya mengeksplorasi potensi American Hardwood, khususnya spesies red oak, maple, dan cherry. Selama ini, jenis kayu tersebut jarang dimanfaatkan di Asia Tenggara.
Melalui eksplorasi ini, Hendro ingin membuktikan bahwa material internasional yang berkelanjutan dapat dipadukan dengan filosofi desain lokal, menghasilkan furnitur yang estetis sekaligus ramah lingkungan.
Koleksi Karana: Harmoni Budaya dan Keberlanjutan
Koleksi Karana terdiri dari tiga karya utama: Kuta Bench, Sanur Lounge Chair, dan Ubud Light. Inspirasi desainnya datang dari filosofi Bali Tri Hita Karana yang menekankan harmoni antara manusia, alam, dan spiritualitas. Selain itu, Hendro juga merujuk pada karya pematung Ida Bagus Nyana di era 1930-an.
Karakter koleksi ini ditonjolkan melalui penggunaan American red oak yang dikenal kuat, tahan lama, serta memiliki pola serat terbuka dengan rona merah muda hangat. American cherry dengan tekstur halus dan warna cokelat kemerahan turut melengkapi keindahan karya ini. Material tersebut memungkinkan terciptanya lengkung skulptural yang ekspresif tanpa menghilangkan karakter alami kayu.
Dalam proses produksinya, Hendro menggandeng manufaktur lokal Omega Mas. Keahlian pengrajin berpengalaman ini berperan besar dalam mewujudkan detail garis mengalir pada Kuta Bench dan Sanur Lounge Chair, serta bentuk ramping organik pada Ubud Light.
Baca Juga
AHEC dan Riset Lingkungan
Selain mempromosikan keindahan kayu Amerika, AHEC juga berfokus pada riset ilmiah terkait dampak lingkungan. Salah satu kontribusi penting adalah penerapan Life Cycle Assessment (LCA), yang menilai jejak karbon American Hardwood mulai dari proses panen, pengolahan, hingga distribusi.
Hasil kajian menunjukkan bahwa American Hardwood memiliki jejak karbon rendah. Kayu ini mampu menyerap dan menyimpan karbon selama masa pertumbuhannya. Menariknya, volume kayu yang dipanen dapat tergantikan hanya dalam hitungan detik berkat pertumbuhan hutan di Amerika Serikat.
“Pengalaman menggunakan American Hardwood membuka wawasan baru. Material ini tidak hanya kuat dan mudah difinishing, tetapi juga memiliki variasi serat serta warna yang kaya. Karana menjadi bukti bahwa kolaborasi global bisa memperkaya narasi lokal sekaligus memperkuat posisi desain Indonesia di tingkat internasional,” ungkap Hendro Hadinata.
Perspektif Pelaku Furnitur Berkelanjutan
Selain Hendro, sesi Design Talks juga menghadirkan Dennis Pluemer, Founder Santai Furniture. Ia menekankan pentingnya pemilihan material berkelanjutan sebagai strategi jangka panjang industri furnitur.
“Konsumen saat ini semakin peduli dengan dampak lingkungan. Kayu seperti American Hardwood yang berasal dari hutan dikelola secara berkelanjutan menjadi opsi penting untuk menjawab permintaan furnitur ramah lingkungan di pasar global,” jelas Dennis.
Masa Depan Furnitur Indonesia
Keterlibatan AHEC dalam IFFINA+ 2025 memperkuat komitmen mereka mendukung desainer Indonesia menghadapi tantangan industri furnitur masa depan. Dengan mengedepankan keberlanjutan, fleksibilitas material, serta kolaborasi lintas budaya, AHEC mendorong terciptanya ekosistem desain yang relevan secara global tanpa meninggalkan identitas lokal.
Kehadiran Karana menjadi simbol arah baru industri furnitur Indonesia. Kreativitas, keberlanjutan, dan narasi budaya terbukti bisa berjalan beriringan. AHEC optimistis generasi baru desainer Tanah Air akan semakin percaya diri mengeksplorasi material global sambil menjaga jati diri lokal, sekaligus menegaskan posisi Indonesia di panggung furnitur dunia. (*)